@*** DIMANA ALLAH ? ***@
oleh Mt Alfatih pada 7 April 2011 pukul 2:22
عوذ بالله من الشيطان الرجيم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وبعد
Sepintas sebahagian orang ketika mendengar pertanyaan ini akan
menganggap ini adalah pertanyaan yang sepele dan remeh dan tidak perlu
untuk ditanyakan. Akan tetapi kalau kita kaji lebih dalam, akan kita
ketahui bahwasannya ini adalah pertanyaan yang agung dan sangat penting
,sebab pertanyaan ini berkaitan dengan permasalahan ma’rifatullah (
mengenal Allah ) yang wajib bagi setiap manusia untuk mengetahui tentang
Rabbnya Allah سبحان وتعالى, mengetahui tentang nama- nama-Nya dan
sifat- sifat-Nya sesuai dengan apa yang Dia kabarkan kepada kita di
dalam Al Qur’an dan juga yang dikhabarkan oleh nabi kita Muhammad صلى
الله عليه وسلم dalam hadits- haditsnya ,dan mengetahui apa hak-hak Allah
yang wajib ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya.
Dan juga
pertanyaan ini adalah pertanyaan yang dijadikan oleh Rasulullah صلى
الله عليه وسلم sebagai penguji dan patokan untuk menghukumi seseorang
sebagai mukmin.
Imam Muslim di dalam “ SHAHIH” nya,
meriwayatkan sebuah hadits dari Mu’awiyyah bin Al Hakam As Sulami رضى
الله عنه ,dia mengatakan :
”Aku pernah menampar seorang budak
perempuanku, kemudian aku khabarkan hal tersebut kepada rasulullah صلى
الله عليه وسلم ,maka beliau menganggap besar perkara yang demikian
terhadapku, sehingga aku berkata kepada beliau : “Ya rasulullah, apakah
aku harus membebaskannya?”, beliau mengatakan : “Bawa terlebih dahulu
dia kepadaku!”, maka aku bawa budak perempuanku tersebut kepada
rasulullah صلى الله عليه وسلم , kemudian beliau berkata kepadanya :
“Dimana Allah?”, budak tersebut menjawab :” Di langit”, rasulullah صلى
الله عليه وسلم bertanya kembali :” Siapa aku ?”, budak tersebut menjawab
: “Engkau rasulullah” , maka rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan
:” Bebaskan dia sesungguhnya dia seorang mukmin”[1] .
Lihatlah
bagaimana rasulullah صلى الله عليه وسلم menghukumi budak tersebut
sebagai seorang mukmin ketika dia menyatakan bahwasannya Allah سبحان
وتعالى ada di langit bersamaan dengan pengakuannya bahwa beliau صلى الله
عليه وسلم adalah Rasulullah. Sehingga nampak di sini bahwasannya
tidaklah cukup seseorang dinyatakan sebagai mukmin setelah dia meyakini
bahwa nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah rasulullah sampai
dia meyakini bahwa Allah سبحان وتعالى ada di langit.
Akan
tetapi kalau kita sodorkan pertanyaan ini kepada kaum muslimin yang ada
sekarang, akan kita dapatkan kebanyakan mereka tidak menjawab dengan
jawaban yang tepat. Mereka akan menjawab dengan jawaban yang berbeda
dengan jawaban budak perempuan tersebut, dengan mudahnya lisan-lisan
mereka akan mengatakan “ Allah ada di mana- mana !” atau dengan ungkapan
yang lain yang intinya tidak mengakui dan tidak menetapkan bahwa Allah
سبحان وتعالى ada di langit. Padahal di hadapan mereka ada Al- Qur’an
yang menjelaskan dengan penjelasan yang lebih dari cukup tentang
penetapan yang demikian. Apalagi hal tersebut disokong dengan
hadits-hadits yang shahih yang banyak dan ditambah lagi dengan perkataan
para sahabat رضى الله عنهم dan para tabi’in serta ‘ulama dari kalangan
mazhab yang empat dan selain mereka, yang sedikitpun tidak akan
menimbulkan keraguan di hati seorang mukmin yang masih bersih hatinya
dan selamat fithrahnya bahwa Rabbnya ( Allah سبحان وتعالى ) ada di
langit, istiwa’[2] di atas Arsy- Nya.
Adapun dalil dari Al-Qur’an diantaranya firman Allah سبحان وتعالى di dalam surat Yunus ayat 3:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Sesungguhnya Rabb kalian adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian dia Istiwa’ di atas 'Arsy “
Dan juga Allah سبحان وتعالى berfirman dalam surat Thaha ayat 5 :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“ Ar Rahman di atas ‘Arsy istiwa’ “
Berkata Imam Abu Hanifah رحمه الله : “Barangsiapa yang mengatakan :
saya tidak tau apakah Rabb saya di langit atau di bumi, maka dia kafir,
karena Allah Ta’ala mengatakan :
الرَّحْمنُ عَلى العَرْشِ اسْتَوَى
“ Ar Rahman di atas ‘Arsy istiwa’ “
Dan ‘Arsy- Nya di atas langit ketujuh. Barangsiapa yang mengatakan :
sesungguhnya Dia di atas ‘Arasy, akan tetapi saya tidak tahu apakah Arsy
tersebut di langit atau di bumi, maka dia kafir karena dia mengingkari
bahwasannya Dia di langit. Barangsiapa yang mengingkari bahwa Dia di
langit maka dia kafir, karena Allah Ta’ala lah yang maha tinggi, dan dia
diseru ke arah yang tinggi bukan ke arah yang rendah”. [3].
Demikian juga Allah سبحان وتعالى berfirman di dalam surat Al- Mulk: 16- 17:
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ
تَمُورُ # أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ
حَاصِباً فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
“Apakah kamu merasa
aman terhadap (Allah) yang berada di langit bahwa dia akan menjungkir
balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu
bergoncang?, Atau apakah kamu merasa aman terhadap (Allah) yang ada di
langit bahwa dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu
akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?”
Juga Allah سبحان وتعالى berfirman dalam surat Ghaafir ayat: 36- 37 :
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحاً لَّعَلِّي أَبْلُغُ
الْأَسْبَابَ # أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى
وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِباً
“Dan berkatalah Fir'aun: "Hai
Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya Aku sampai
ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya Aku dapat melihat
Rabbnya Musa dan Sesungguhnya Aku memandangnya seorang pendusta”
Ayat ini menunjukkan bahwasannya Nabi Musa عليه السلام mendakwahkan
kepada Fir’aun bahwa Rabbnya ( Allah سبحان وتعالى ) ada di langit, dan
Fir’aun merasa ragu dengan demikian dan berusaha mengingkari dan
mendustakan Nabi Musa عليه السلام dakwahan beliau tersebut.
Maka orang-orang yang menetapkan bahwa Allah سبحان وتعالى ada di langit
aqidahnya (keyakinannya) sama dengan Nabi Musa عليه السلام . Adapun
orang yang ragu dengan demikan maka aqidahnya sama dengan aqidah
Fir’aun. Siapakah yang lebih benar dan lebih baik ; seseorang yang
beraqidah sama dengan aqidah seorang nabi dari kalangan nabi Allah
ataukah seseorang yang beraqidah sama dengan Fir’aun ?!.
Dan
Allah سبحان وتعالى juga berfirman tentang para malaikat dan makhluk-
makhluk-Nya yang taat kepada-Nya yang ada di langit dan di bumi
bahwasannya mereka :
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)”.(An- Nahl: 50)
Demikian juga Allah سبحان وتعالى berfirman tentang pengangkatan nabi Isa عليه السلام ke langit :
إِذْ قَالَ اللّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
“(ingatlah), ketika Allah berkata: "Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan
menidurkanmu dan mengangkatmu kepada-Ku “. (Ali- Imran : 55 )
Juga Allah سبحانه وتعالى berfirman:
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
“Bertasbihlah dengan menyebut nama Rabb kamu yang maha tinggi”. (Al-A’la : 1).
Lihatlah, bagaimana Allah سبحانه وتعالى mensifati dirinya dengan Maha
Tinggi. Dan tidaklah Allah سبحانه وتعالى dikatakan Maha Tinggi kalau Dia
berada di bawah, atau ada makhluk yang lebih tinggi dari-Nya.
Dan Allah سبحانه وتعالى juga berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ
“Sesunguhnya kami telah menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan
(membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan peribadahan
kepada-Nya”.(Az-Zumar : 2)
Pada ayat ini,Allah Ta’ala
mengkhabarkan bahwa Dialah yang telah menurunkan Al Qur’an kepada
Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan membawa kebenaran. Dan perbuatan
“menurunkan” tidak akan terjadi kecuali dari atas ke bawah. Maka ini
menunjukkan bahwa Allah Ta’ala berada di atas.
Demikian juga Allah سبحانه وتعالى berfirman :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“ Kepada-Nya lah naik ucapan-ucapan yang baik, dan amal shalih Dia lah yang mengangkatnya”.(Faathir : 10).
Allah Ta’ala mengkhabarkan bahwa ucapan-ucapan yang baik berupa zikir
dan sebagainya akan naik kepada-Nya, dan bahwasannya amalan yang shalih
Dialah yang akan mengangkatnya. Ini juga menunjukkan tingginya Allah
سبحانه وتعالى , karena kata-kata “naik” tidak akan terjadi kecuali dari
bawah ke atas.
Adapun dalil dari hadits, diantaranya
perkataan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri رضى الله عنه dimana
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
أَلَا تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ مَسَاءً وَصَبَاحًا
“ Apakah kalian tidak percaya kepadaku sementara aku adalah orang yang
dipercaya (oleh Allah ) yang ada di langit, datang kepadaku khabar dari
langit sore hari dan pagi hari “[4].
Dan dari Abu Hurairah رضى الله عنه bahwasannya Rasulullah صلى الله عليه وسلم berfirman :
الْمَيِّتُ تَحْضُرُهُ الْمَلَائِكَةُ فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَالِحًا
قَالُوا اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ كَانَتْ فِي
الْجَسَدِ الطَّيِّبِ اخْرُجِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ
وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ . فيقول ذالك حتى يعرج بِهَا إِلَى السَّمَاءِ
الَّتِي فِيهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap mayit akan
dihadiri oleh malaikat, apabila dia seorang yang shalih, malaikat akan
berkata kepadanya :“ Keluarlah wahai jiwa yang tenang yang ada di dalam
jasad yang baik, keluarlah dalam keadaan terpuji dan bergembiralah
dengan kelapangan dan wewangian, dan Rabb kalian dalam keadaan tidak
murka. Maka malaikat tersebut mengatakan demikian sampai dibawa naik
mayat tersebut ke langit yang berada padanya Allah “[5].
Dan dari Abu Hurairah رضى الله عنه , dia mengatakan:” Telah bersabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهَا فَتَأْبَى إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا
عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“ Demi (Allah) yang jiwaku
berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami mengajak istrinya ke
ranjangnya, kemudian istrinya tidak memenuhi panggilannya, kecuali pasti
(Allah) yang ada di langit akan murka kepadanya sampai suaminya ridho
kepadanya”.(HR.MUSLIM)[6]
Dan juga hadist Muawiyyah bin Al
Hakam yang telah berlalu, yakni pertanyaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم
kepada seorang budak perempuan tentang dimana Allah, merupakan dalil
yang sangat jelas menunjukkan bahwasannya Allah سبحان وتعالى ada di
langit.
Demikian juga kisah Isra’ dan Mi’raj, dimana Rasulullah
صلى الله عليه وسلم menemui Allah سبحان وتعالى di langit ketujuh di
Sidrhatul Muntaha untuk menerima perintah shalat yang awal mulanya lima
puluh waktu sehari semalam dan terus berkurang hingga menjadi lima waktu
sehari semalam[7].
Adapun riwayat dari para sahabat,
diantaranya riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab
“TARIKH”nya (1/201-202 no : 623) dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar
رضى الله عنه ,dia mengatakan :
“ Tatkala meninggal Rasulullah
صلى الله عليه وسلم masuklah Abu Bakar رضى الله عنه , kemudian beliau
membungkukkan badannya dan mencium kening rasulullah صلى الله عليه وسلم
dan mengatakan : “Sungguh keadaanmu sangat baik ketika hidup dan
matimu”, kemudian beliau berkata kembali : “ Barangsiapa yang menyembah
Muhammad maka Muhammad telah mati , dan barangsiapa yang menyembah
Allah, maka Allah yang ada di langit hidup tidak akan mati “
Dalam shahih Bukhari dari Anas bin Malik رضى الله عنه beliau mengatakan :
“ Adalah Zainab رضى الله عنها berbangga terhadap istri- istri
rasulullah صلى الله عليه وسلم yang lain ,dia mengatakan: “ Kalian
dinikahkan oleh keluarga-keluarga kalian sementara aku dinikahkan oleh
Allah سبحان وتعالى dari atas langit ketujuh”[8].
Adapun
perkataan para ulama’ setelah mereka dari kalangan tabi’in dan
selainnya, diantaranya perkataan Sulaiman At-Tamimi رحمه الله seorang
tabi’in : “ Kalau seandainya aku ditanya, dimana Allah ? pasti aku akan
menjawab : di langit ![9] “.
Berkata Imam Al Auza’i رحمه الله
:” kami mengatakan –sementara para tabi’in masih banyak yang hidup- :
Sesungguhnya Allah عز وجل di atas ‘Arsy- Nya, dan kami beriman dengan
apa- apa yang datang di dalam sunnah tentang sifat- sifat- Nya “[10].
Berkata Imam Malik رحمه الله : “ Allah berada di langit dan ilmunya
mencakup segala tempat, tidak ada sesuatupun yang luput dari ilmu
Allah”[11].
Berkata ‘Ali bin Al Hasan bin Saqiq, aku berkata
kepada Abdullah bin Al Mubarak رحمه الله : “Bagaimana kita mengenal Rabb
kita ?, dia berkata : “ Rabb kita berada di langit ketujuh di atas
‘Arsy- Nya, dan kita tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh
Jahmiyah[12] bahwa Dia ada di mana-mana di atas bumi”. Kemudian
disampaikan perkataan ini kepada Imam Ahmad bin Hambal رحمه الله ,maka
beliau mengatakan : “ Demikanlah keyakinan yang ada pada kami ( yakni
sebagaimana perkataan Abdullah bin Al Mubarak )”[13].
Berkata
Imam Syafi’i رحمه الله : “ Perkataan yang merupakan sunnah, yang aku
berada padanya dan berpandangan dengannya dan yang aku melihat mereka
seperti Sufyan, Malik dan selain mereka berpandangan dengannya adalah
bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah dan
Muhammad adalah rasulullah, dan bahwasannya Allah سبحان وتعالى di atas
‘Arsy- Nya di langit-Nya “ [14].
Inilah diantara dalil-dalil
dari dari sekian banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an dan sunnah dan juga
perkataan para sahabat dan ulama-ulama setelah mereka yang menunjukkan
dan menetapkan suatu aqidah dan keyakinan yang merupakan aqidah islam
bahwa Allah سبحان وتعالى berada di langit istiwa’ di atas ‘Arsy-Nya;
yang tidak sepantasnya bagi seorang muslim setelah mengetahuinya masih
ada keraguan tentang hal tersebut dan meyakini selainnya. Kita memohon
kepada Allah سبحان وتعالى agar memberikan hidayah kepada kita dan kepada
kaum muslimin seluruhnya kepada aqidah yang benar dan agar dijauhkan
dari aqidah yang sesat dan menyimpang dari aqidah islam. Amiin.
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله سلم علي نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Rujukan bacaan :
1. Ma'arijul Qabul karya Asy Syaikh Hafidz bin Ahmad Al Hakami rahimahulloh
2. Syarah ‘Aqidah Ath-Thahawiyah karya Ibnu Abil Izz Al Hanafi rahimahulloh
Buletin Ta'zhim As-Sunnah Edisi 13/IV/19 Rabi'uts Tsani 1431 H
[1]. HR.MUSLIM NO: 537
[2] . Istiwa’ dalam bahasa apabila ditambahkan dengan kata “ ‘ala ( di
atas )” maknanya ‘ala wa irtafa’a yakni berada di tempat yang tinggi
sebagaimana tafsiran dari Abu ‘Aliyah dan Mujahid
[3] Ijtima' Al Juyus Al Islamiyah, Hal. 74 (Cet. Daarul Atsar)
[4] HR.BUKHARI : 4351 ,MUSLIM : 1064
[5] HR.AHMAD (8/414 NO: 8754), IBNU MAJAH (2/1426 NO: 4268), hadits shahih dishahihkan oleh syekh albani
[6] . N0:1436
[7] .Hadits-hadits tentang kisah isra’ dan mi’raj terdapat dalam shahihain dan selainnya
[8]. HR.BUKHARI NO: 7420
[9] .Diriwayatkan oleh al lalika’i (3/444 no:671)
[10] .lihat “ MA’ARIJUL QOBUL (1/HAL:235)”
[11] . Dikeluarkan oleh imam al lalika’i no: 673
[12] . Suatu kelompok yang disandarkan kepada pencetusnya “ Jahm bin
Shofwan” yang mengingkari seluruh nama- nama dan sifat- sifat Allah عز
وجل , dan telah memfatwakan kebanyakan ulama tentang kafirnya Jahmiyah
dan keluarnya dari ahlu qiblat ( dari kelompok kaum musalimin ). Lihat “
MA’ARIJUL QOBUL : 1/ HAL : 155 !”.
[13] . Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam “ ASSUNNAH NO:22”
[14]. Diriwayatkan oleh Al Hakari di dalam “ AQIDAH ASSYAFI’I “ lihat “ MA’ARIJUL QOBUL (1/HAL:242)”.
0 komentar:
Posting Komentar