Minggu, 19 Februari 2012

Diposting oleh Abdul Kholikin

Bismillahir rahmanir rahiim

Telah kutinggalkan cemburu disudut kamar gelapkuTelah kuhanyutkan dukapada sungai kecil yang mengalir dari sudut matakuTelah kukabarkan lewat angin gerimistentang segala catatan hatiYang terhampar ditiap jengkal sajadahdalam tahajud dan sujud panjang…..” (asma)



Malam berselimut mendung, tapi hujan tak jua turun, hanya sesekali gemuruh petir yang menyapa dunia…dingin… itu yang kurasa saat angin menyentuh kulit tubuhku. Sudah jam 11 malam tapi tak jua rasa kantuk datang menyapaku. Persis didepanku suami duduk dg kaki bersilang, gelisah..resah dan…ragu, itu yang kutangkap. Karena kutahu gerak-gerik suamiku selalu berganti posisi.




“Ayah kenapa…?”



aku mencoba bertanya siapa tahu kegelisahan suami bisa mencair bahkan hilang bersama hembusan angin.




” Ayah ingin bicara bunda…ini penting….”




“Aneh dech ayah, biasanya kan langsung cerita, iya tho?” aku masih duduk santai, sambil sesekali minum teh angeet.




”Tapi janji …bunda jangan marah...jangan minta yang tidak bisa ayah kabulkan, janji ya?”




“Ayah aneh malam ini…ada apa sich?” aku merubah posisi dudukku mendekati suami. “Ada apa yah…bunda siap mendengar apapun sueer…” dengan dua jari yang berarti ‘janji ‘.



“Bunda….bunda…ayah…ayah…hmmm....”lalu minum sesaat, sambil menarik nafas panjang“Hmm…ijinkan ayah menikah lagi…” kata suamiku datar sambil agak menunduk.




“Hahaha…ayah acting ya...jangan gitu ah.” Jawabku santai sambil minum teh anget lagi.



”Bunda ….bunda…ayah serius…ayah serius…ayah sungguhan…tidak bercanda dan tidak main-main…oke?”



Aku baru sadar apa yang aku dengar…ternyata..suamiku memang serius…serius bicara..dan serius akan menikah lagi. Aku tak tau harus menjawab apa dan bagaimana, yang pasti…udara mulai panas kurasakan, dunia seolah-olah mau kiamat, aku tersentak kaget dengan permintaan suamiku untuk menikah lagi, sehingga cangkir yang kupegang jatuh dilantai dan pecah seperti hatiku malam ini…




“Ayaaah….benarkah…?apa ini bukan mimpi…???aku seperti orang linglung




“Bukan bunda, pegang pipi ayah…”jawab suaniku sambil mencoba menganggkat tanganku.Tak terasa air mataku mulai bergulir membasahi pipi, semakin lama semakin deras bak curah hujan yang jatuh dari langit.




“Apa yang membuat ayah begini..? apa kurang hanya dengan satu cinta?”“Apakah ayah sanggup berbuat adil..?ingat ayah….semua perbuatan pasti dipertanggung jawabkan didepanNya.”aku mengajukan pertanyaan tak henti-hentinya seperti seorang hakim terhadap terdakwa.



“Ayah sudah memperhitungkan semuanya bunda, jangan lupa…Allah juga mengijinkan umatNya untuk menikah lagi, coba bunda baca QS.An-Nisa:3…..maka nikahilah prempuan lain yang kamu senangi satu, dua, tiga atau empat. Begitu kan bunda….jadi tidak ada larangan kan….”suamiku menjelaskan ayat al-qur'an ttg poligami.




“Ayah lupa bagaimana kelanjutan ayat itu.? Tetapi jika kamu tidak bisa berlaku adil maka nikahilah satu orang saja…..ayah...jangan mengambil ayat Al-qur’an hanya untuk kepentingan pribadi ingat itu..!!! dosa ayah …dosa…!!!






Aku setengah berteriak menjelaskan pembelaanku bahwa Allah sebenarnya tidak mewajibkan umatNya utk menikah lebih dari satu, tapi hanya membolehkan saja, itupun kalo umatNya bisa berbuat adil. Lalu bisakah para lelaki atau umat manusia berlaku adil? Apakah adil hanya dilihat dari materi..??? bagaimana dengan perasaan wanita jika suaminya berbagi cinta? Bukannya aku menolak ayat Allah yang satu ini…tp coba dipikir lagi…pikir lagi dgn jernih. Kata-kata itu yang berteriak dalam benakku tanpa sanggup aku ucapkan.Suamiku tertunduk saat aku tak henti-hentinya menyerang dengan dalil.



“Bunda …!!!! Ini keputusan ayah…!!! Titik ! suara suamiku mulai meninggi, aku tahu suami mulai emosi, dan aku diam… tapi sesaat, setelah itu…suaraku tak kalah hebat kerasnya, meledak-ledak kembali…




Malam itu merupakan ajang pertengkaran yang sangat hebat bagi kami berdua, kami sudah lupa bagaimana menurunkan emosi ….tapi yang pasti…suamiku tetap kokoh pada pendiriannya….ya Allah….!!!



Tak pernah terlintas dalam benakku, kalau pada akhirnya hidupku akan begini. Sejak permintaan suamiku untuk menikah lagi, aku merasa wanita paling sakit didunia, aku merasa wanita teraniaya didunia, dan aku merasa tidak punya kekuatan apapun.Ya Rabb….kuatkan aku dalam menghadapi semuanya, kuatkan aku dalam menghadapi ujianmu, bentuk sayangmu terhadapku. Hanya kata-kata itu yg selalu bersenandung dalam hatiku.



Sejak itu hidupku seolah-olah tanpa pegangan, yang aku lakukan hanya menangis dan menangis tanpa bisa bertindak apapun. Sadar dengan keadaanku begini akan bisa membuatku hancur,hancur bagi anakku dan diriku. Aku tidak mau hancur….aku tak mau terlarut dlm kesedihan….itu yang tiba-tiba ada dlm benakku, yang membuatku bangkit dan bangun dari tidur panjangku.Akupun bangkit untuk menata kembali hatiku yang tlah membeku karena sakit. Aku mencoba bangkit, pelan tapi pasti. Diantara kepingan hatiku, aku berusaha berdiri tegak walau terseok dan butuh kekuatan. Sebagai langkah awal, aku wudhu dan membaca alquran. Subhanallah…….. disaat aku membutuhkan jawaban atas persoalan hidupku, ada secercah jawaban dariNya. Jawaban yang membuatku lega dan bisa tersenyum kembali.



“Kami tidak akan menurunkan Al-qur’an ini kepadamu agar kamu celaka” (qs.Thahaa: 2)kalimat ini yang membuatku bisa mengembangkan senyumku lagi, kalimat ini yang bisa membuatku bangkit kembali dan …tentu banyak kalimat Allah yg membuatku bisa berdiri tegak kembali. Yach…aku bisa menerima semuanya sekarang walau aku masih butuh seseorang untuk menguatkanku.




“Apakah kamu tidak ingin syurganya Allah..?” kalau kamu ridha, iklas dan sabar, insyaAllah syurga dlm genggamanmu, tapi kalau kamu tidak mampu menghadapi ujian ini dengan sabar, kamu boleh mengajukan cerai...walau dibenci Allah.”“Untuk menggapai syurga Allah, tidak hanya dengan jalan ini saja mbak,toh masih banyak jalan yang bisa menuju syurga Allah..?iya kan mbak?” begitu sanggahku“Ujian yang kamu hadapi saat ini begini, kamu kok minta soal ujian yang lain…Allah memberi ujian ke umatnya sesuai dengan kemampuan umatNya… Allah maha tahu” jawab temanku dengan penuh kelembutan dan wibawa.




Itulah dialog antara aku dan temanku saat aku tidak sanggup lagi untuk meredam permasalahanku.



Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya…akupun menyetujui dan merestui pernikahan suamiku. Keputusanku ini bukan berarti tanpa melalui perdebatan yang sengit, antara aku dan suamiku, juga antara aku dan batinku. Bahkan aku berkali kali konsultasi dgn orang yang aku anggap bisa menjawab dan memberikan solusi. Dan aku tinggalkan semua rasa pedih dan sakit hati. Segala yang aku inginkan hanyalah demi kebaikan semuanya.




Waktu yang telah ditentukanpun tiba…aku sibuk menyiapkan segalanya…..yach segalanya…menyiapkan pernikahan suamiku, mulai dari tamu undangan, catering sampai urusan kamar pengantin disebuah hotel. Yang paling berat adalah menyiapkan hati dan perasaanku agar aku bisa menerima semua ini bahkan sampai kelevel ikhlas.






Disebuah mesjid yang sudah tertata apik dan dingin, dengan karpet merah terhampar indah, tak lupa ada meja pendek ditengah dgn sebuah vas bunga nan cantik… aku duduk disebelah suamiku. Para undanganpun datang sebelum waktu yg telah ditentukan, sesekali aku menghela nafas panjang…ada rasa sakit dan sesak yang kurasakan. Dan… mempelai wanita dengan dibalut kebaya putih sangat anggun dengan tatanan rambut modern yang siap menjadi pendamping suamiku. Ya Allah….kuatkan aku…kuatkan aku, suara batinku tak henti-hentinya bersahutan, karena melihat suamiku bersanding dgn wanita lain.Tak bisa dibendung lagi air mataku perlahan bergulir seiring dengan desahan nafasku. “aku gak tahan ya Allah….kuatkan aku…kuatkan aku Allah…kembali lagi aku memohon kekuatan kpd Allah dari bilik hatiku.




“Saya nikahkan ….binti….dengan mas kawin seperangkat emas dan seprangkat alat sholat tunai..! saya terima nikahnya kawinnya…..binti….dengan mas kawin tsb. syah…syah….aku terhenyak kaget saat ijab kabul telah dikumandangkan, dan berarti pernikahan mereka syah dimata agama dan hukum….mereka syah suami istri. Dan aku…??? Kembali air mataku mengalir tak terbendung dan lagi-lagi aku tak mampu untuk menahannya, tapi segera aku hapus dengan tissue yang aku genggam. Sejak dikumandangkannya ijab Kabul itu, akupun berubah status, yaitu menjadi istri tua.






Para undangan mengucapkan selamat kepada mempelai, aku hanya tertunduk….sedih…disebelah suamiku. Untuk menghindari para tamu, aku menyibukkan diri menyiapkan hidangan. Tapi sesekali aku melirik ke arah suamiku. Ya Allah… wanita itu bergayut manja dan mesrah dilengan suamiku dan sesekali mereka tersenyum bahagia. Ingin rasanya saat itu aku menjerit, tapi aku segera meredakan emosiku karena aku tahu, amarah ato emosi itu datangnya dari syetan.




Setelah semua para tamu meninggalkan pesta sederhana itu satu persatu, maka tinggallah kami bertiga. Aku, suamiku dan ….istri barunya. Grogi…itu yang aku rasakan saat aku berada ditengah mereka. Dan aku merasa seperti orang asing dihadapan suamiku, walau suamiku berusaha untuk tersenyum. Entah senyum itu senyum kasih sayang atau senyum kemenangan…..duh Allah…kuatkan aku….kuatkan aku…lagi-lagi kata-kata itu yang bersahutan dalam hatiku.




“Ayah…kenapa ayah masih bengong disini, bukankah sudah bunda siapkan kamar pengantin ayah? Coba kita kesana yuuk? Apa yang kurang menurut kalian,” kataku memecah kebisuan dan kekakuan.“Oh iya bunda, yuk kita kesana, tapi ayah yakin bunda orang hebat yang bisa mendesign sedemikian apiknya untuk ayah,” sahut suamiku diiringi langkahku menjalani koridor hotel menuju kamar pengantin.Kami berjalan menyusuri lorong hotel menuju kamar pengantin yang sudah aku tata sesuai keinginan ‘adikku’.




Masih dengan bergayut manja istri muda suamiku mengikuti langkahku, diiringi senyumnya yang bahagia. Sesampai di kamar pengantin aku yang memasuki lebih dulu, karena aku tidak mau ada yang kurang. Aku segera membentangkan sajadah dan alat sholat untuk melakukan sholat sunnah bagi kedua mempelai sebelum melakukan kewajibannya sbg suami istri, dan menyiapkan segelas susu untuk diminum berdua. Semua sudah aku atur dan aku persiapkan. Lalu aku segera menuju kepintu untuk meninggalkan mereka berdua, tapi ….suamiku menarik tanganku.




“Bunda….. hanya kata itu yg terucap dari bibir suamiku sambil memelukku erat. Dan aku merasakan air mata membasahi pundakku.“Ayah kenapa sayang?” bukankah ini hari bahagia ayah?lakukan kewajiban ayah, sebagaimana ayah melakukan terhadap bunda dulu.” Aku mencoba untuk mensupport walau sebenarnya hatiku tidak iklas.“Bunda, maafkan ayaaah….. ayah tidak bermaksud melukai bunda, ayah tidak bermaksud menyakiti bunda.” Jawab suamiku sambil memelukku lebih erat lagi.“Bunda mengerti sayang…” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku karena akupun tak sanggup lagi untuk meneruskan kata-kataku. Sakit dan entah apalagi yang aku rasakan saat itu.“Bunda orang hebat, bunda orang yang kuat, sedang ayah lemah, jangan tinggalkan ayah, tanpa bunda ayah tidak akan mampu berdiri, ayah masih tetap mencintai bunda,”“Ayah…bunda juga mencintai ayah, dan sangat…justru karena rasa cinta inilah bunda rela ayah menikah lagi, lakukan kewajiban ayah yaaa….bunda pulang, anak kita menunggu dirumah.”



Sebelum suamiku menjawab aku segera melepas pelukannya, dan aku segera meninggalkan suamiku dikamar pengantin.Aku melangkahkan kakiku dengan kecepatan tinggi agar segera meninggalkan tempat ini dan segera sampai dirumah.Sesampai dirumah, aku tak kuasa lagi menahan rasa sesak didada.. segalanya aku tumpahkan dalam kamarku, aku menangis sekuatku. Setelah merapatkan kepala ke pojok dinding kamar aku kembali menangis. Tangisan jiwa yang tak mampu aku kendalikan. Jiwa yang menjadi ringkih karena kecewa. Aku anggap diriku telah gagal dan tak mungkin bangkit lagi…… Dan dinding itu menjadi saksi bisu bagi air mata kepiluan yang menetesi bumi tempat aku menunduk. Air mata yang sepekat darah. Darah yang mengalir dalam nadi keputus-asaan. Padahal di atas atap rumahku purnama tengah bersinar.




Hari demi hari terus berlalu…… aku semakin menyadari dan menghayati kembali doa yang biasa aku ucapkan dalam hari-hari terberatku . Dari sana aku mengerti bahwa ketika sedih dan sakit hati, sesungguhnya sesuatu yang lebih baik sedang menantiku di masa depan.




Ya Allah.. Bila Engkau mengetahui bahwa perkara ini lebih baik bagi agamaku, hidupku dan akhir urusanku kelak [dalam jangka pendek maupun panjang], maka takdirkanlah hal itu bagiku dan mudahkanlah aku untuk mendapatkannya, kemudian berkatilah aku dalam hal tersebut. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini tidak baik bagi agamaku, hidupku atau akhir urusanku kelak [dalam jangka pendek maupun panjang], maka jauhkanlah perkara tersebut dariku dan hindarkanlah diriku darinya, lalu takdirkanlah yang baik buat diriku bagaimana adanya, kemudian buatlah aku ini ridho atas ketentuanMu.

Amiin Yaa Robbal'alamiin

0 komentar:

Posting Komentar

pesan2

Primbon