Rabu, 08 Februari 2012

Diposting oleh Abdul Kholikin

Mengambil dari Kitab Kidungan Purwajati, tulisannya dimulai dari lagu Dhandanggula yang bunyinya sebagai berikut :
“Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang”.
Pada lagu diatas, disebutkan bahwa “Saudara Empat” itu adalah Marmati, Kawah, Ari – ari (plasenta/tembuni) dan Darah yang umumnya disebut Rahsa. Semua itu berpusat di Pusar yaitu berpusat di Bayi.
Jelasnya mereka berpusat di setiap manusia. Mengapa disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari – Ari dan Rahsa?
Marmati itu artinya Samar Mati (Takut Mati). Umumnya bila seorang ibu mengandung seorang bayi, sehari-hari pikirannya khawatir karena Samar Mati. Rasa khawatir tersebut hadir terlebih dahulu sebelum keluarnya Kawah (air ketuban), Ari – ari dan Rahsa. Oleh karena itu Rasa Samar Mati itu lalu dianggap Sadulur Tuwa (Saudara Tua). Perempuan yang hamil saat melahirkan, yang keluar terlebih dahulu adalah Air Kawah (Air Ketuban) sebelum lahir bayinya, dengan demikian Kawah lantas dianggap Sadulur Tuwa yang biasa disebut Kakang (kakak) Kawah. Bila kawah sudah lancar keluar, kemudian disusul dengan lahirnya si bayi, setelah itu barulah keluar Ari-ari (placenta/ tembuni).
Karena Ari-ari keluar setelah bayi lahir, ia disebut sebagai Sedulur Enom (Saudara Muda) dan disebut Adhi (adik) Ari-Ari. Setiap ada wanita yang melahirkan, tentu saja juga mengeluarkan Rah (Rah/Getih = darah) yang cukup banyak. Keluarnya Rah (Rahsa) ini juga pada waktu akhir, maka dari itu Rahsa itu juga dianggap Sedulur Enom. Puser (Tali pusat) itu umumnya gugur (Pupak) ketika bayi sudah berumur tujuh hari. Tali pusat yang copot dari pusar juga dianggap saudara si bayi. Pusar ini dianggap pusatnya Saudara Empat. Dari situlah muncul semboyan ‘Saudara Empat Lima Pusat’ yang biasa disebut dalam bahasa Jawa Sedulur Papat, Lima Pancer.
Adapun Keempat nafsu yang berhubungan dengan rusaknya “persaudaraan” jasad kita dengan Sedulur Papat tersebut bisa juga digambarkan sebagai berikut :
Amarah : Bila manusia hanya mengutamakan nafsu amarah saja, tentu akan selalu merasa ingin menang sendiri dan selalu ribut/bertengkar dan akhirnya akan kehilangan kesabaran. Oleh karena itu, sabar adalah alat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.
Supiyah / Keindahan : Manusia itu umumnya senang dengan hal-hal yang bersifat keindahan misalnya wanita (asmara). Maka dari itu manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/ berahi diibaratkan bisa membakar dunia.
Aluamah / Serakah : Manusia itu pada dasarnya memiliki rasa serakah dan aluamah. Maka dari itu, apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan manusia bisa merasa ingin hidup makmur sampai tujuh turunan.
Muthmainah / Keutamaan : Walaupun nafsu ini merupakan keutamaan atau kebajikan, namun bila melebihi batas, tentu saja tetap tidak baik. Contohnya: memberi uang kepada orang yang kekurangan itu bagus, namun apabila memberikan semua uangnya sehingga kita sendiri menjadi kekurangan, jelas itu bukan hal yang baik.
Maka dari itu, saudara empat (Sedulur Papat) harus diawasi dan diatur agar jangan sampai ngelantur. Manusia diuji agar jangan sampai kalah dengan “keempat saudaranya” yang lain, yaitu harus selalu menang atas mereka sehingga bisa mengatasinya. Kalau Manusia bisa dikalahkan oleh saudara empat ini, berarti hancurlah dunianya. Sebagai Pusat, manusia harus bisa menjadi pengawas dan menjadi patokan.
Benar tidaknya hakekat yang diterangkan diatas, silahkan anda yang menilai.
Dikutip dari : clubbing.kapanlagi.com & berdasarkan pengetahuan serta pengalaman pribadi

0 komentar:

Posting Komentar

pesan2

Primbon